Searching

Tuesday, November 29, 2011

Manusia dan Pandangan Hidup


v Pengertian Pandangan Hidup
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati karena ia menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup.
 Pandangan hidup berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya
2. Pandangan hidup yang berupa ideology yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatu Negara
3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka pandangan hidup itu disebut ideology.
 Pandangan hidup pada dasarnya memiliki unsur-unsur, yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan, keempat unsur ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Ø  Cita-Cita
Cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan dating. Pada umumnya
Cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan kata lain, cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya. Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehingga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu.
Dapat tidaknya seseorang mencapai apa yang dicita-citakannya tergantung dari 3 faktor:
-      -    Faktor manusia yang memiliki cita-cita
-       -   Kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakannya
-       -  Seberapa tinggi cita-cita yang hendak dicapai.

Ø  Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yagn sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral.
 Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Sebagai mahluk pribadi, manusia dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang buruk. Baik dan buruk itu ditentukan oleh suara hati.
Suara hati selalu mengarahkan pada kebaikan, oleh sebab itu suara hati selalu mendesak orang untuk berbuat baik. Dan apabila seseorang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan hatinya, maka orang tersebut akan melakukan perbuatan baik. Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri.
Jadi kebajikan adalah perbuatan yang sesuai dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya, karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri, sehingga tingkah laku setiap orang berbeda-beda.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang adalah:
-Faktor pembawaan
-Faktor lingkungan
-Faktor pengalaman

Ø  Usaha/perjuangan
Usaha /perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan, karena kemampuan terbatas timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya.






Ø  Keyakinan/kepercayaan

Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan.

Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, terdapat 3 aliran filsafat yaitu :

1. Naturalisme: hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu berasal dari nature, dan itu dari Tuhan. Tetapi yang tidak percaya pada Tuhan, nature itulah yang tertinggi. Aliran naturalisme berisikan spekulasi mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada.
2.  Intelektualisme: dasar aliran ini adalah logika/akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir, mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan berpikir (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses.
3.  Gabungan: dasar aliran ini idalah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun sebagai rasa (hati nurani). Jadi apa yang benar menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani. Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka akan timbil dua kemungkinan pandangan hidup.



v Cara  Berpandangan Hidup yang Baik
Kita harus memiliki cara berpandangan hidup, karena dengan itu kita dapat memperlakukan pandangan hidup sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita dengan baik dalam kehidupan. Agar tujuan tercapai dengan baik, maka kita  harus  mengenal, mengerti, menghayati, meyakini, mengabdi, dan mengamankan pandangan hidup kita.

Jadi, Cita-cita dapat disimpulkan sebagai keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran yang ingin diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Kita harus mengejar cita-cita kita sampai setinggi-tingginya. Jika harapan kita tidak terpenuhi, maka jangan lah berputus asa, karena semua itu hanya sebuah keberhasilan yang tertunda. Yakinlah bahwa Tuhan telah  mengatur itu semua dan merencanakan yang lebih baik lagi untuk diri kita.


sumber :
Digital book Universitas Gunadarma

Nama: Azelya Septarani
NPM: 11511341
Kelas: 1PA07

Manusia dan Keadilan dikaitkan dalam Pancasila


v  Pengertian Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dan kekayaan bersama.

v Konsep Keadilan
Berbicara mengenai keadilan, kiranya perlu meninjau berbagai teori para ahli. Salah satunya adalah Plato. Muslehuddin di dalam bukunya Philosophy of Islamic Law and Orientalists, menyebutkan pandangan Plato sebagai berikut:
In his view, justice consists in a harmonious relation, between the various parts of the social organism . Every citizen must do his duty in his appointed place and do the thing for which his nature is best suited (Muslehuddin, 1986 : 42).


Dalam mengartikan keadilan, Plato sangat dipengaruhi oleh cita-cita kolektivistik yang memandang keadilan sebagai hubungan harmonis dengan berbagai organisme sosial. Setiap warga Negara harus melakukan tugasnya sesuai dengan posisi dan sifat alamiahnya. Pendapat Plato tersebut merupakan pemyataan kelas, maka keadilan Platonis berarti bahwa para anggota setiap masyarakat harus menyelesaikan pekerjaan masing-masing dan tidak boleh meneampuri urusan anggota kelas lain. Pembuat peraturan harus menempatkan dengan jelas posisi setiap kelompok masyarakat di mana dan situasi bagaimana yang eoeok untuk seseorang. Pendapat tersebut berangkat dari asumsi dasar bahwa manusia bukanlah suatu jiwa yang terisolir dan bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya, tetapi manusia adalah jiwa yang terikat dengan peraturan dan tatanan universal yang harus menundukkan keinginan pribadinya kepada organik kolektif.
Keadilan hanya akan terwujud manakala manusia menyadari status sosial dan tugasnya sebagai delegasi kelompoknya sendiri. Lain halnya dengan Aristoteles, menurutnya keadilan berisi suatu unsur kesamaan, bahwa semua benda-benda yang ada di alam ini dibagi secara rata yang pelaksanaannya dikontrol oleh hukum.
Prinsip keadilan baru dapat dikatakan bersifat universal jika dapat mencakup semua persoalan keadilan sosial dan individual yang muncul. Universal dalam penerapannya mempunyai dalil tuntutan-tuntutannya harus berlaku bagi seluruh anggota masyarakat. Dapat diuniversalkan dalam dalil harus menjadi prinsip yang universalitas penerimaannya dapat dikembangkan seluruh warga masyarakat. Agar dapat dikembangkan dan membimbing tindakan warga masyarakat, maka prinsip-prinsip tersebut harus dapat diumumkan dan dimengerti setiap orang. Masalah keadilan muncul ketika individu-individu yang berlainan mengalami konflik atas kepentingan mereka, maka prinsip-prinsip keadilan harus mampu tampil sebagai pemberi keputusan dan penentu akhir bagi perselisihan masalah keadilan. Prinsip keadilan yang dapat diterima seluruh masyarakat akan menjadi prinsip keadilan yang bukan sekedar lahir dari kata “setuju”, tetapi benar-benar merupakan jelmaan kesepakatan yang mengikat dan mengandung isyarat komitmen menjaga kelestarian prinsip keadilan tersebut. Dengan demikian seseorang kemudian mempertimbangkan “biaya psikologis” yang harus ditanggung dalam memenuhi kompensasi kesepakatan pengikat gerak sosial dan individual tersebut.
Konsep keadilan, bahkan konsep kepastian dan kebenaran akan selalu berevolusi, oleh karena itu keadilan harus mampu melakukan interaksi sirkular dengan perkembangan ilmu-ilmu lain, antara lain teologi, ideologi, dan teknologi.  Perubahan konsep keadilan dari waktu ke waktu lebih banyak terjadi pada dataran operasional, sedangkan sifatnya selalu statis dan politis. Dari konsep perubahan dan dengan berpegang pada konsep “hak” kemudian dikembangkan diferensiasi jenis keadilan. Tantangan utama dalam pembentukan prinsip keadilan di zaman sekarang ini adalah bagaimana mencari celah di antara benturan liberalisme dan sosialisme, terutama yang menyangkut perkembangan ekonomi, sehingga keadilan menjadi erat kaitannya dengan ekonomi. Artinya konsep prinsip keadilan menjadi sangat majemuk karena bisa berbentuk konsep teologis, konsep etis, konsep hukum, konsep politik, konsep sosiologis, dan konsep ekonomi.



v Keadilan Manusia Jika dikaitkan dalam Pancasila
Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka.
Dalam Pancasila terdapat dalam sila yang berbunyi :
“keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” 
Bung Hatta menguraikan Pancasila sila ke-5 tersebut, bahwa keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air, tanggul sungai, tanah desa, sumur bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi di muka rumah, selamatan, dan sebagainya.
Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila dicantumkan ketetapan seperti berikut :
Dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajibannya yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.  
Kemudian untuk mewujudkan keadilan social tersebut,perlu adanya perbuatan dan sikap  yang harus dipupuk :
1. Adanya perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil tehadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dengan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap selalu member pertolongan terhadap orang yang membutuhkan.
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuandan kesejahteraan bersama.

v  Macam-macam keadilan
A. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral.
B. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata All menerima Rp.100.000,- maka Budi harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadian Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
C. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

v  Jalur Pemerataan Keadilan
Ada 8 jalur pemerataan keadilan yaitu :
a)      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya pangan, sandang dan papan ( perumahan ).
b)       Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan keselamatan.
c)       Pemerataan pembagian pendapatan.
d)      Pemerataan kesempatan kerja.
e)      Pemerataan kesempatan berusaha.
f)       Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembagunan khurusnya bagi generasi muda dan jaum wanita.
g)      Pemerataan penyebaran pembangunan di wilayah tanah air.
h)      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Sumber:
Digital book Universitas Gunadarma

Nama: Azelya Septarani
NPM: 11511341
Kelas: 1PA07